Kuratorial

Begja

Aisul Yanto

Aisul Yanto

Pameran tunggal bagi seorang seniman merupakan sebuah manifestasi yang berperan semacam laporan periodik kepada khalayak khususnya masyarakat seni. Mengenai suatu perkembangan yang ada pada diri seorang seniman baik secara psikologis maupun yang berhubungan dengan perkembangan, pencarian dan capaian seni yang digelutinya. Periodik seni setiap seniman sangat bersifat individual, artinya setiap seniman berbeda-beda. Ada yang tidak sadar secara periodik telah melakukan sebuah perubahan di dalam karyanya karena ada tuntutan akan sebuah kegelisahan artistik dari dalam diri. Tetapi ada juga yang telah merasa sangat menemukan akan seninya, hingga di dalam karya-karyanya sedikitpun tak muncul perubahan atau pembaharuan dalam nafas keseniannya. Seniman Joko Kisworo, menggelar pameran tunggalnya yang bertajuk "Begja - Bahagia melalui katarsis" dari tanggal 23 Juli - 19 Agustus 2022 di GalNas - Galeri Nasional, Jakarta. Tajuk pameran tunggalnya merupakan sebuah penggalian akan ketertarikan terhadap sebuah ajaran atau aliran filsafat yang dibawakan oleh seorang filsuf jawa yang menggali akan kebahagiaan hidup yang hakiki ; Ki Ageng Suryomentaram, seorang bangsawan yang keluar dari tembok istana dan melakukan sebuah laku di di dalam masyarakat kebanyakan. Dengan menjalani hidup seperti rakyat kebanyakan pada umumnya dengan bekerja sebagai pedagang ikat pinggang, penggali sumur dan terakhir sebagai petani di daerah Bringin, Salatiga. Sehingga ia dijuluki juga sebagai Ki Gede Bringin.

Ki Ageng Suryomentaram seorang pribadi yang sangat terlibat dengan perjalanan bangsa ini, ia terkait dengan gerakan pendidikan Taman Siswa, PETA-Pembela Tanah Air dsb.( lihat : Buku Ilmu Bahagia Ki Ageng Suryomentaram oleh : Sri Wantala Achmad. Pen. Araska-Yogyakarta,2020). Ia juga aktif dalam berbagai peristiwa

kebudayaan, tahun 1948 ia juga hadir dan menyumbangkan pemikirannya dalam bidang kebudayaan di Kongres Kebudayaan di kota Magelang walau perang sedang berkecamuk beberapa kilometer dari tempat kongres seperti yang dilaporkan oleh Pramoedya Ananta Toer di sebuah koran.

Bahagia melalui katarsis

Dalam pameran tunggalnya kali ini, Joko Kisworo menyuguhkan karyanya dalam 3 bagian besar, pertama seri katarsis yang terdiri dari kumpulan karya di atas kertas dalam ukuran 8 cm x 11 cm yang berjumlah ribuan. Satu bagian ruang pamer dipenuhi oleh sekitar lima hingga enam ribuan karya seri katarsisnya, ruang kedua juga diisi dengan karya seri katarsisnya. Seri katarsis ini dalam hitam putih dikerjakan Joko Kisworo sejak tahun 2017 dengan menggunakan sebuah alat khusus ciptaanya, terbuat dari bilah bambu yang dipotong sekitar 15 cm, kedua ujung bambu ini diruncingkan. Dengan bagian yang diruncingkan ia menoreh, menggoreskan cat hitam hasil dari percobaan dan penelitian selama bertahun-tahun. Karena cat hitam hasil pabrikan menurutnya tak mewakili dengan apa yang menjadi kebutuhan artistiknya. Hasilnya karya seri katarsis tsb. setiap satu dengan lainnya tidak ada yang sama, baik goresan atau guratan, nuansa ruang atau kedalaman yang dihasilkan.

Bagian yang kedua adalah seri karya yang dikerjakan dengan material akrilik, tinta cina diatas kertas sejumlah 70 karya dengan ukuran 13,5 cm x 36,5 cm, seri karya tsb. merupakan karya yang terselamatkan dari banjir Jakarta tahun 2015. Dari sejumlah karya sekitar 2400-an lebih.

Bagian yang ketiga adalah karyanya yang dikerjakan dengan ukuran yang cukup gigantik, didisplay memenuhi ruang ketiga. Ada sekitar 4-5 karya dalam ukuran 6 m x 3 m dengan media akrilik di atas kanvas. Dengan judul karya dalam idiom bahasa jawa

a.l : sak enake, sak cukupe, sak butuhe ….. ini merupakan transformasi dari sebagian ajaran dalam mencari kebahagiaan hidup dari Ki Ageng Suryomentaram.

Karya gigantik Joko Kisworo didominasi oleh warna-warna tanah, warna terracotta, coklat, kuning, abu-abu, hitam, putih tentunya dengan berbagai gradasi kadang diberi aksen biru dongker. Dengan kebebasan penuh baik goresan dan permainan pisau palet, kuas besar dan kecil berkelindan menghadirkan sebuah karya abstrak, yang memberikan sebuah kebebasan kepada khalayak untuk menafsir sesuai dengan kemampuan setiap audiens tentang kadar rasa artistiknya.

Dalam peristiwa kultural yang disajikan oleh seniman Joko Kisworo kali ini, menurut saya pribadi ada dua bentuk katarsis yang disuguhkan, pertama karya seri katarsisnya yang berjumlah ribuan itu, yang juga berfungsi sebagai bagian dari salah satu cara yang dipraktekkan kepada para anak asuhnya bagi penyembuhan dari penderita bipolar dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Kegiatan ini ia lakukan dengan sepenuh hati berdasarkan cinta kasih terhadap sesama, dengan menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan. Kedua kegiatan pengasuhan ini merupakan bentuk lain dari katarsis hidupnya dalam mencari BEGJA atau keberuntungan, menjadi Begja Kamulyan…. keberuntungan dan kemuliaan bagi kehidupan dan sesama.


Demikian…. Salam budaya.


manggar lima sebelas, 20 Juli 2022.


****Aisul Yanto - Chairman Visual Art Committee - Dewan Kesenian Jakarta 2010-2012; Founder : Balai Budaya Jakarta Foundation 2018 - ASTUMUS.kultur 1997 - HIPTA Himpunan Pelukis Jakarta 1987 - TRITURA Perhimpunan Kebudayaan Foundation Yogyakarta 2009 etc.