Sulaman tangan dengan benang katun pada kain linen
42 x 30 cm
2020
Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L.M.Perry
Clove (Inggris), cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), bungeu lawang (Gayo), gomode (Halmahera, Tidore), cangkih (Lampung), sinke (Flores), dan cengke (Bugis).
Myrtaceae.
Asli pulau Maluku (Bacan, Moti, Makian, Ternate, Tidore) kemudian menyebar ke Madagaskar, India, Srilanka, Tanzania, dan Hindia Barat.
Iklim tropis lembap atau subtropis dengan curah hujan 2210–3607 mm/tahun, tumbuh optimal pada suhu sekitar 20–39°C. Cocok untuk tanah ringan (berpasir) dan sedang (lempung) dan lebih menyukai tanah yang berdrainase baik. Dapat tumbuh di semi-teduh (hutan terang) atau tanpa naungan. Ia lebih menyukai tanah yang lembap. Tumbuhan ini dapat mentolerir paparan laut.
Hijau abadi; tumbuh hingga 8–12 meter. Cengkih memiliki panjang yang bervariasi, dari 13 hingga 19 mm. Pada awalnya, kuncupnya berwarna merah muda, tetapi saat tumbuh, mereka memperoleh rona merah tua.
Kuncup bunga kering digunakan sebagai bumbu dalam berbagai makanan; minyak dalam cengkeh dikenal karena kegunaannya sebagai obat, memiliki sifatantiseptik, analgesik, dan anestesi. Aplikasi minyak cengkeh non-obat adalah untuk memproduksi vanili sintetis, penguat rasa, dan parfum.
Biji dan okulasi.
Jumlah tenaga kerja untuk menghasilkan cengkeh kering luar biasa. Setiap proses masih dilakukan secara manual dengan tangan. Seluruh keluarga dan masyarakat mengandalkan cengkeh, mereka akan duduk bersama dan berbagi cerita sambil memisahkan cengkeh dari batang.