Sejak karirnya sebagai perupa professional, masalah identitas, orang orang terpinggir dan aspek kemanusiaan menjadi tema2 yang memicu kreatifitasnya. Keprihatinan dinyatakan dengan karya dari berbagai medium, seperti lukisan dan patung yang dibuat dari terra-cotta (Screams 2007) maupun dari bronze atau aluminium dan juga video2. Sebelumnya, pada tahun 2004-5 ia tergerak oleh nasib para mbok jamu, seperti terlihat pada tableware dari porcelain yang ia buat dengan judul M’Bok Jamu Jamu yang mendapat penghargaan dan masuk shortlist Indonesia Good Design Selection Award dari Pusat Desain Nasional. Pada tahun 2009, meraih The Honorable Mention Award of the Art & Photography Exhibition yang diselenggarakan oleh The Indonesian Heritage Society. Keprihatinan mengenai represi orang terpinggir, atau rasialisme terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia yang ia pribadi ikut mengalami, memuncak dengan perkara pemilihan gubernur Jakarta membuahkah mahakarya I am China(2019). Karya itu berupa tableware dari porcelain (yang bahasa Inggrisnya disebut china) dan menandakan seluruh sejarah/perjalanan kaum China peranakan. Bibiana memakai porcelain peranakan yang halus dan rapuh untuk bahasa artistiknya agar memperjelas kesamaan dengan keberadaan rapuh peranakan Tionghoa di Indonesia. Dengan demikian Bibiana menjadi perupa kontemporer Indonesia pertama yang mengangkat dan mendokumentasikan diatas bahan porcelain/keramik keseluruhan sejarah isu diskriminasi terhadap Tionghoa untuk ikut serta sebagai rupa seni pada khazanah seni rupa Indonesia.

CB/Bibiana