Dalam dunia senirupa, Nunung WS merupakan satusatunya perempuan yang secara konsisten menjadi pelaku seni abstrak. Ia memakai warna untuk mengungkapkan apa yang telah di alami dan dirasakan. Ia berpendapat bahwa melukis tidak harus melukis suatu bentuk, karena bentuk itu selalu ada kaitannya dengan bentuk-bentuk lain, sedangkan ia ingin bebas melampaui batasan dan masuk ke dunia yang tak kasat mata Medium yang terpenting untuknya adalah warna. Warna adalah jalan untuk dapat berekspresi total.
Semula karya Nunung terinspirasi oleh dinamika kehidupan. Tarikan kuasnya yang kuat menandakan pengaruh gaya abstrak ekspresionis tetapi kemudian Nunung melanjutkan perjalanan artistiknya menuju transenden. Nunung menyebut karya abstraknya sebagai penghantar masuk ke dalam dunia transenentalnya. Nunung yang mengacu pada semangat spiritual dan transcendental berlandaskan reliji, mistik dan magis.
Di tahun 1989 Nunung menjelaskan bahwa di dalam karyanya waktu itu ia berusaha untuk mengekspresikan warna yang mewakili segala pengalaman dan hubungannya dengan alam. ‘Saya tidak terbatas oleh bentuk, tapi lebih menginternalisasi dan mengabstraksi bentuk agar dapat melihat apa yang ada di belakangnya.
Karya Nunung terbangun oleh warna-warna yang memenuhi seluruh permukaan kanvas yang dihidupkan oleh garis kecil sebagai syarat kelengkapan wujud ekspresinya.
Nunung, atau Siti Nurbaya, dilahirkan di Lawang, Jawa Timur. Ayahnya seorang pedagang perhiasan dan alumni pesantren. Ketika lulus SMA Nunung berusaha masuk ke Fakultas Seni di Institut Teknologi Bandung, tetapi tidak berhasil. Akhirnya Nunung masuk ke Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) sebagai mahasiswa angkatan pertama.
Lukisan-lukisan tahun 1980-90an banyak mewujudkan sapuan kuas dengan warna yang ekspresif. Dalam perjalanan eksplorasinya ia mengembangkan sapuan kuas tadi lapis demi lapis membangun warna temaram yang memunculkan rasa ruang. Kemudian teknik temaram yang memunculkan rasa ruang itu menjadi suatu bahasa visual baru baginya. Tehnik ini membuka wawasan dan langkah baru yang memanfaatkan kertas sebagai media collage, utamanaya dengan kertas singkong yang ditempel dipermukaam kanvas berlapis-lapis yang mendukung tehnik temaram tadi guna tercapainya rasa runag yang lebih optimal.
Rasa ruang yang dimuncukan sekarang ini diharapkan menjadi tahapan proses menjadi ruang kontemplasi.
CB/NUNUNG
2018
150 x 150 cm
Acrylic on canvas
2020
160 x 270 cm
Acrylic on canvas
2020
125 x 155 cm
Acrylic on canvas
2021
180 x 500 cm
Acrylic on canvas