Sri Astari Rasjid

Sri Astari Rasjid

Berlandaskan budaya Jawa, karya karya Sri Astari Rasjid menciptakan sebuah gaya tersendiri dalam senirupa kontemporer Indonesia. Selebihnya Sri Astari juga merupakan perempuan perupa pertama yang menjadi duat besar Indonesia dan menjalankan prak tek diplomasi dengan roh sen rupa yang yang secara harmonis menyatukan keberadaan dirinya sebagai perupa dengan tugas kenegaraan sebagai duta besar mewakili Indonesia di Bulgaria, Makedonia Utara dan Albania.

Selama tiga decade Astari melakukan pembacaan kembali kultur Jawa dan merumuskannya dengan kacamata masa kini. Dari gambaran kehidupan perempuan Jawa dibawah represi patriarki sampai kebebasan yang dirasakan pada zaman moderen, karya Astari sesungguhnya meliputi siklus hidup Astari sendiri. Maka karya yang dicipatakan dari waktu ke waktu terasa bak detak jantung dirinya yang terkait zaman dan momentum penting negeri ini.

Budaya mejadi elemen penting dalam kekaryaan Astari. Pameran retrospektif Astari pada awal tahun 2016 mensinyalkan arah seni kontemporer yang penting yang membuat jelas bahwa seni yang terinspirasi budaya dan tradisi dapat menerobos dinamika mapan, tanpa menghilangkan norma norma dasar. Judul ‘Yang Terhormat Ibu’ merupakan penghormatan pada ibunya, sekalian juga pada semua perempuan termasuk para dewi yang mytical dan memancarkan semangat dan kekuatan feminine yang menurut Astari berada dalam setiap orang. Semula lukisannya mengenai dirinya berbusana Jawa yang sebagain besar berbicara mengenai kesetaraan jender dalam budaya Jawa.

Beberapa karya yang iconic termasuk yang terinspirasi mytologi seperti Saraswati yang pada versi kontemporernya dinamakan A New Task for Saraswati yang memegang computer dan bendera merah-putih. Tapi ada juga yang diilhami realitas pekerja sebagai orang kantoran, seperti Eveready Secretary berupa perempuan berbusana sarung dan kebaya yang memegan senter berbaterai eveready, menandakan perempuan yang selalu siap melayani. Lukisan Loyally holding berupa figur berbusana Jawa memgang sebuah document

Karya-karya Astari bukan mengenai jender dan femininetas melulu, melainkan mengandung arti masa kini yang mendalam. Karyanya memiliki kualitas visioner. Karya Home misalnya yang merupakan instalasi versi raksasa dari tas yang branded seperti Kelly yang tadinya bermakna kritik jender mengenai anggapan bahwa tempat prempuan hanyalah dirumah kini ternyata sebagai symbol seluruh umat manusia yang dipaksa virus Covid 19 untuk stay dirumah saja. Begitupuna karyanya berjudul Contestants yang seakan memprediksi masa depan dengan kekuatan China, Indonesia, India. Lukisannya berupa tiga perempuan elite yang masing masing bebusana cheongsam. kebaya dan sari masing masing sebagai mewakili negaranya, China, Indonesia dan India berlatar belakang The Wall Street Journal dengan gambar Borobudur dan catatan Index bursa efek.

Ternyata proses membaca kembali dan mereinterpretasi budaya itu memberinya pengertian yang mendalam mengenai budaya Jawa yang kemudian berbuah pada prakteknya sebagai diplomat yang sukses menjalankan diplomasi budaya.

Dari seluruh karyanya kebaya baju tradisional perempuan, menonjol menjadi barometer yang mengungkapkan mood dan situasi yang berubahubah. Pada tahun 1998 ketika negri ini dilanda situasi politik yang membingungkan dan perkosaan besar-besaran terjadi, dan sabuk kesucian diedarkan, Astari untuk pertama kali menciptakan patung yang menanddakan kecemasannya. Patung secara sinis di sebut Prettified Cage yang tampak manis namun terbuat dari steel yang keras dan dingin.

Patung besar kedua mengenai kebaya yang ia ciptakan bersifat sangat personal dan dinamakan Abandoning Virility’ (2002), merenungkan hidup dan mati, dan kekeliruan ‘make believe’. Dengan latar belakan screen stainless steel bertuliskan aksara Jawa sedangkan kain batik berwarna purple yang berbentuk organ perempuna yang intimate yang terletak dari atas sampai bawah, patung tersebut mendebarkan dan merepresentasi keadaan perempuan pada waktu itu.

Pada tahun 2011, Astari kembali ke ide jimat, untuk melindungi jiwanya. I menciptakan lima buah kebaya dan memakai aluminium abu abu untuk instalasi berjudul ‘Armors for the Soul’

Kemudian, pada akhir tahun 2015 ketika pemilihan presiden Jokowi memulai suatu era baru. Waktu itu presiden menunjuk empat orang perempuan sebagai untuk mennduduki posisi menteri, sedangkan Astari akan terpilih sebagai duta besar perempuan pertama yang berlatar belakang seni rupa, Astari menciptakan patung kebaya setinggi 2.5 meter Armor for Change yang hanya memakai satu asesori, yaitu bros kupu kupu raksasa sebagai tanda perubahan baik dalam kehidupan negara maupun kehidupan dirinya.

Bulan Agustus Astari mengakhiri 4 tahun bertugas di Bulgaria. Makedonia Utara dan Albania. Sebelumnya ia membuat karya buku Art of Diplomasi, yang merupakan sebuah testimony mengenai Diplomasi adalah Seni dan Seni merupakan Diplomasi.

/CB

Karya

9 Pearls from Heaven

9 Pearls from Heaven

2022

Variable dimension

Acrylic oil on carved wood, synthetic hairs, jewelleries, traditional costumes/fabrics


The Nine Pearls of Heaven who came from different religious, beliefs and spiritual background were presented in a 2meter Wayang Golek Wooden puppet, wearing various costumes from all over Indonesia. They are: Dewi Sri, Maryam, Khadijah, Asiah, Dewi Saraswati, Fatimah, Hajar, Kuan Im, Thahirah and the hidden Javanese Queen of the South Sea, Kanjeng Ratu kidul.

Armor for Change

Armor for Change

2021

3 x 1.5 m

Cast Aluminum


Contestants

Contestants

2008

250 x 150 x 90 cm (tryptich)

Oil on Canvas


Dancing In The Wild Seas

Dancing In The Wild Seas

2013

8 x 6 x 6.5 m

Wood, leather, stainless steel mesh


Eling

Eling

2012

250 x 150 x 90 cm

Mixed media, silver plated copper and bronze


Multicolor Phoenix Rising

Multicolor Phoenix Rising

2021

308 x 245 x 113 cm

Painted brass