Dedy Shofianto

Dedy Shofianto

Dedy Shofianto lahir di Srolangun Bangko, Jambi pada 15 Desember 1991, Saat ini tinggal di Yogyakarta. Mulai berkesenian sejak menempuh pendidikan di ISI Yogyakarta. Dari awal kuliah mulai aktif berkarya. Karya-karya yang dibuat kolaborasi antara seni, teknologi, dan sains, namun kini mulai mengeksplorasi instalasi kinetik yang berdampak langsung ke masyarakat. Karya instalasi itu berupa jaring penangkap kabut dan air hujan, nantinya hasil tangkapan jaring-jaring paranet akan menghasilkan tetesan-tetesan embun dan air hujan, yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat di sekitar karya tersebut dipasang. Dedy Shofianto telah banyak mengikuti pameran bersama dan lima kali berpameran tunggal, serta sering melakukan commission work di hotel, kafe, dan beberapa instansi. Sejak pandemi Covid-19, Dedy lebih banyak mengeksplorasi seni kinetik jaring penangkap kabut dan air hujan ini, untuk dikembangkan dan semoga bisa diterapkan ke daerah- daerah yang memiliki potensi kabut tetapi belum dioptimalkan. Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Dedy antara lain: Young Rising Artist Award WIWITAN Restart! Nandur Srawung #7 di Taman Budaya Yogyakarta (2020) dan Juara kategori karya favorit MATRA AWARD (2018).

Wonderful Kalimantan

Judul Karya: Wonderful Kalimantan

Media: Kayu Jati, Besi Kuningan, Stainless Steel, Dinamo, Sensor Gerak

Ukuran: 200x160x200cm (3 panel)

Tahun: 2020


Indonesia kaya akan suku, bahasa, flora, dan fauna. Semua itu merupakan keunikan yang dimiliki Indonesia yang memberi warna tersendiri. Burung enggang salah satu jenis fauna langka yang dilindungi dan hanya hidup di Pulau Kalimantan. Burung enggang menjadi bagian dari kehidupan Masyarakat Dayak, hampir seluruh bagian tubuh burung enggang selalu disimbolkan dalam kehidupan Suku Dayak. Misalnya rumah adat, baju adat, tato, dan mandau yang melambangkan burung ini. Menurut Suku Dayak burung ini merupakan lambang kehidupan, kesetiaan, perdamaian, dan kepemimpinan. Burung enggang juga memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan dan bisa membantu meregenerasi hutan secara alami dengan menebarkan biji-bijian ke berbagai tempat dari buah-buahan yang mereka makan.  Karya ini mentranformasi burung enggang dengan mengkombinasikan antara seni, mekanik, dan teknologi. Karya ini memanfaatkan media baru yang sekarang ini berkembang dengan tujuan adanya interaksi secara langsung antara karya dan pengunjung dengan menggunakan sensor gerak. Karya ini tidak hanya statis tetapi dapat bergerak jika pengunjung bergerak mendekati karya tersebut. Gerakan sayap memiliki pesan terbang bebas mencari harapan sekaligus masalah tantangan ke depan.