Iwan Sri Hartoko, Lahir di Bantul Yogyakarta 1977. Mengenyam pendidikan Seni Rupa di SMSR N Yogyakarta dan dilanjutkan di ISI Yogyakarta. Saat ini menekuni dunia Seni Rupa dan dunia Art Handler. Banyak bereksperimen dengan berbagai media dalam perwujudan karya seni. Mengikuti pameran Seni Rupa di berbagai tempat galleri ataupun art space. Dalam dunia Art Handler display karya, workshop handling karya di FreePort Singapore, Museum Negara Singapore, Art Stage Singapore, Art Basel Hongkong, Sotheby’s Auction HK, Chriesties Auction HK,dan beberapa balai lelang di Singapore dari tahun 2011 - 2020, Art Handler di Museum MACAN
Bersulang untuk Para Petarung
2019
Pensil warna, cat akrilik pada kanvas
180 x 140 cm
Tradisi bersulang lebih dikenal dengan istilah toast, tidak sekedar mendentingkan gelas satu sama lain. Setiap negara punya tradisi toast masing- masing dengan nilai tertentu didalamnya. Ada etika- etika tertentu.
Budaya atau ritual toast dimulai di Yunani tahun 6SM. Saat itu, situasi politik Yunani begitu mencekam sehingga membuat setiap orang takut diracuni. Toast dilakukan untuk meyakinkan bahwa wine / minuman yang disajikan tidak beracun. Kebiasaan itu kemudian juga dilakukan oleh bangsa Romawi. Seiring berjalannya waktu budaya toast kian menyebar kepenjuru dunia. Tujuan toastpun bergeser. Kini toast dilakukan untuk merayakan suatu keberhasilan, atau kebanggaan, menghormati seseorang, ucapan terimakasih, bahkan sebagai ajang sosialisasi.
Dalam sebuah kompetisi pastilah dihasilkan kalah dan menang. Lantas apakah berhenti pada titik kalah atau menang? Tidak! Kalah belum tentu berarti kalah begitu pula sebaliknya menang belum tentu menang. Jadi siapakah yang pantas menyandang predikat sebagai pemenang?
Perjuangan para petarung layak diapresiasi.Dalam lonteks waktu sekarang kitalah manusia sebagai pejuang berjuang / bertarung melawan sesuatu yang kasat mata namun nyata pandemi covid -19.
Entah menang ataupun kalah kita harus berjuang demi kelangsungan hidup.