Introduksi

Direktur Jenderal SMOA

Halo semuanya! Saya ingin bercerita sedikit tentang proyek pameran kerja sama kami dengan Galeri Nasional Indonesia.

Proyek ini memperkenalkan kepada masyarakat, lukisan cat minyak Indonesia tahun 1950-an dan 1960-an dari koleksi Museum Seni Ketimuran di Moskow. Di antaranya adalah lukisan oleh pelukis kenamaan seperti Trubus, Rustamadji, Basuki Resobowo, Djoko Pekik, Itji Tarmizi, Misbach Tamrin, dan lain-lain. Kami patut bangga dengan koleksi ini. Koleksi tersebut mulai terkumpul setelah pembentukan hubungan diplomatik antara Uni Soviet dan Republik Indonesia pada tahun 1950. Selanjutnya dengan segera, pertukaran delegasi pemerintah dan parlemen antara kedua negara semakin intensif. Karya-karya seni yang diberikan selama kunjungan dari rekan-rekan Indonesia ini, dipindahkan ke museum-museum, yang pertama ke Museum Seni Ketimuran kami. Jadi, lukisan Indonesia paling pertama, datang ke museum kami pada tahun 1954, dipindahkan dari Komite Wanita Soviet Anti-Fasis, yaitu lukisan “Potret Seorang Wanita dengan Seorang Anak” oleh Trubus. Pada tahun 1960, museum kami menerima lukisan lanskap yang dibuat oleh Abdul Salam. Lukisan ini dihibahkan kepada Soviet Tertinggi Uni Soviet oleh delegasi parlemen Indonesia.

Namun, penambahan paling berharga untuk koleksi kami adalah 33 lukisan yang disumbangkan ke museum oleh ilmuwan Rusia Vilen Sikorsky dan Natalia Chevtaykina pada 2008 dan 2014 (cukup baru). Vilen Sikorsky adalah salah satu orientalis dan filolog Rusia tertua, seorang ahli tentang Indonesia. Pada 1964-1965, ia bekerja sebagai Direktur Pusat Kebudayaan Uni Soviet di Jakarta dan Surabaya, di mana ia mulai mengoleksi lukisan Indonesia. Menjadi seorang kolektor yang tekun, ia terus-menerus menambah koleksinya. V. Sikorsky menerima beberapa karya seni sebagai hadiah dari Bapak Hanafi (mantan Duta Besar Indonesia untuk Kuba) dan putranya Harmain Rusdi. Natalia Chevtaykina adalah peneliti Museum Kesejarahan di Moskow. Ia telah tertarik pada karya seni Indonesia selama bertahun-tahun. Lukisan-lukisan itu juga dihibahkan oleh Pak Rusdi untuknya.

Semua karya yang ditampilkan di pameran ini dibuat pada 1950-an dan 1960-an. Saat itu adalah titik balik bagi kehidupan seni Indonesia. Sejarah seni lukis cat minyak di Indonesia dimulai pada kuartal kedua abad ke-19, ketika seniman lokal mulai mengadopsi teknik visual dari seniman kenamaan Eropa, di mana saat itu genre lanskap dan potret merupakan yang paling populer. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, dengan tumbuhnya kesadaran nasional dan keinginan untuk merdeka, generasi pelukis dan pematung tumbuh, mencari bentuk ekspresi artistik baru. Banyak dari mereka berpandangan kiri dan percaya bahwa seni harus menjadi milik rakyat. Seniman-seniman ini tergabung dalam kelompok kreatif bernama Pelukis Rakyat dan Bumi Tarung. Karya-karya mereka membuka jalan bagi seni rupa modern Indonesia. Pada periode inilah lukisan-lukisan tersebut menjadi koleksi Museum Seni Ketimuran. Tema utama yang tercermin dalam kanvas mereka adalah kehidupan orang biasa, kutukan terhadap kejahatan masyarakat, perjuangan melawan penjajah Eropa.

Setelah peristiwa tragis tahun 1965, para seniman yang menganut kepercayaan pro-komunis menjadi sasaran untuk represi dan persekusi, beberapa dari mereka ditangkap dan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan karya mereka, sebagian ada yang meninggal. Baru tiga dekade kemudian minat terhadap kehidupan seni Indonesia pada masa itu muncul kembali di masyarakat bersamaan dengan pemikiran ulang dan penilaian ulang terhadap peristiwa politik saat itu.

Lukisan dari koleksi State Museum of Oriental Art sangat artistik dan bernilai sejarah, karena menunjukkan periode awal pelukis Indonesia modern yang diakui. Karena alasan sejarah, tidak banyak karya para seniman kenamaan ini, yang dibuat pada 1950-an dan 1960-an, disimpan di Indonesia sendiri. Dengan demikian, semua lukisan dari koleksi Museum Seni Ketimuran yang disajikan dalam pameran ini sangat menarik.

Berkat upaya para restorator karya seni kami, masyarakat mendapat kesempatan untuk melihat lukisan-lukisan ini. Sebagian besar karya seni yang diterima dalam keadaan yang kurang terawat, beberapa telah rusak parah. Ahli restorator dari museum kami, Irina Solovyova dan Irina Kuznetsova telah melakukan pekerjaan luar biasa untuk memulihkan dan melestarikan karya seni pelukis Indonesia. Lukisan dalam pameran ini telah menjalani serangkaian langkah-langkah restorasi yang lengkap. Pekerjaan restorasi juga sedang berlangsung hingga saat ini.

Kami senang mendapat kesempatan bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia dan menunjukkan kepada masyarakat karya-karya signifikan berupa lukisan cat minyak dari Indonesia, warisan nasional Indonesia.

Terima kasih atas perhatian Anda.

 

Direktur Jenderal SMOA


Introduction

SMOA Director General

Hello everyone! I would like to tell some words about our joint exhibition project with the National Gallery of Indonesia.

This project introduces viewers to the Indonesian oil painting artworks of the 1950-1960s from the collection of the State Museum of Oriental Art in Moscow. Among them are paintings by such famous masters as Trubus, Rustamadji, Basuki Resobowo, Djoko Pekik, Itji Tarmizi, Misbach Tamrin and others. The museum is rightly proud of this collection. It began to form after the establishment of diplomatic relations between the USSR and the Republic of Indonesia in 1950. Almost immediately, an exchange of governmental and parliamentary delegations between our countries intensified. The pieces of art, which had been gifted during these visits by Indonesian colleagues, were often transferred to museums and, first of all, to our Museum of Oriental Art. So, the very first Indonesian painting, which came to our museum in 1954, was transferred from the Anti-Fascist Committee of Soviet Women. This is the «Portrait of a woman with a child» by Trubus. In 1960 the Museum received a landscape created by Abdul Salam. This painting was donated to the Supreme Soviet of the USSR by the parliamentary delegation of Indonesia.

However, the most valuable replenishment to our collection were 33 paintings donated to the museum by Russian scientists Vilen Sikorsky and Natalia Chevtaykina in 2008 and 2014 (fairly recently). Vilen Sikorsky is one of the eldest Russian orientalists and philologists, an expert on Indonesia. In 1964-1965, he worked as the director of the USSR Cultural Center in Jakarta and Surabaya, where he began collecting Indonesian paintings. Being a keen collector, he constantly replenished his collection. V.Sikorsky received some of the artworks as a gift from Mr. Hanafi (a former Indonesian Ambassador to Cuba) and his son Harmain Rusdi. Natalia Chevtaykina is a researcher of the State Historical Museum in Moscow. She has been interested in Indonesian art for many years. The paintings were donated to her by Mr.Rusdi too.

All the works displayed at the exhibition were created in the 1950s and 1960s. It was a turning point for the artistic life of Indonesia. The history of oil painting in Indonesia dates back to the second quarter of the 19th century, when local artists began adopting visual techniques from European masters, while landscape and portrait genres were most popular. In the 1930s and 1940s, with the growth of national consciousness and the desire for independence, a generation of painters and sculptors grew up, looking for new forms of artistic expression. Many of them held left-wing views and believed that art should belong to the people. These artists joined creative unions «Pelukis Rakyat» (“People’s artists”) and «Bumi Tarung» (“Land of struggle”). Their works paved the way for the modern fine art of Indonesia. It is to this period that paintings from the collection of the State Museum of Oriental Art belong. The main themes reflected in their canvases are the ordinary life of people, the condemnation of the vices of society, the fight against European colonialists.

After the tragic events of 1965, artists who shared pro-communist beliefs were subjected to repression and persecution, some of them were arrested and lost an opportunity to continue their work, some died. Only three decades later the interest in the artistic life of Indonesia of that period re-emerged in society together with rethinking and reassessment of the political events of that time.

Paintings from the collection of the State Museum of Oriental Art are of great artistic and historical value, because they show the early period of recognized modern Indonesian painters. Due to historical reasons, not so many works of these masters, created in the 1950s and 1960s, have been preserved in Indonesia itself. Thus all the canvases from the collection of the State Museum of Oriental Art, displayed at the exhibition, are of a great interest.

Due to the efforts of our art restorers the audience has got the opportunity to see these paintings. Most of the artworks received were in poor preservation, some had been seriously damaged. The Museum's experts Irina Solovyova and Irina Kuznetsova have done a tremendous work to restore and preserve the artworks of Indonesian painters. The exhibits underwent a full set of restoration measures. Restoration work is currently in progress too.

We are glad to have a chance to cooperate with the National Gallery of Indonesia and to show the audience these significant works of oil painting of Indonesia, the national heritage of Indonesia.

Thank you for your attention.

 

SMOA Director General