Perupa

Batara Lubis

Batara-LubisPasar-Gerobak-gerobak

Gerobak-gerobak

1962

Cat minyak pada kanvas

69 x 69 cm

Koleksi Galeri Nasional Indonesia

Dalam lukisan “Pasar” (1962) ini, Batara Lubis mengungkapkan suasana kesibukan pasar di Yogyakarta yang masih diwarnai gerobak sapi dan orang-orang dalam pakaian kebaya Jawa. Lukisan yang kaya warna dan stilisasi geometrik ini, menampilkan bentuk manusia dan objek-objek lainnya secara naif. Ditambah dengan sudut pandang mata burung atau aerial perspective, lukisan Batara Lubis dapat menampilkan horizon yang luas, sehingga berbagai aktivitas dapat diperlihatkan lebih banyak.

Secara keseluruhan, karya ini memperlihatkan corak dekoratif yang kuat. Karya-karya Batara Lubis dalam tema kehidupan masyarakat bawah dan corak dekoratif tersebut merupakan manifestasi dari paradigma estetik kerakyatan yang sangat kuat dianut oleh pelukis-pelukis Yogyakarta pada masa itu. Selain itu, dalam karya ini terlihat bagaimana usaha senimannya untuk menggali sumber-sumber asli kebudayaan Batak lewat unsur-unsur hias geometriknya. Semangat itu merupakan perwujudan dari wacana pencarian identitas kebudayaan dalam seni lukis modern Indonesia yang telah tumbuh sejak masa Persagi. Dalam karya “Pasar” ini, Batara Lubis mengungkap nilai-nilai yang bersumber dari empatinya terhadap kehidupan rakyat. Walaupun tampak serbabersahaja, dunia pasar tradisional selalu mencerminkan perjuangan hidup yang liat dan dinamis.


Carts

1962

Oil on canvas

69 x 69 cm

Collection of the National Gallery of Indonesia.

In the painting “Pasar” (1962), Batara Lubis reveals an atmosphere of market activity in one of the corners of Yogyakarta that was still characterised by cow carts and people in the typical kebaya dress of Java. The painting is rich in colour and geometric stylization, naïvely (childishly) presenting the shape of humans and other objects. With an aerial perspective, Batara Lubis’ painting was able to capture a wide horizon, better capturing more of the market activities.

As a whole, this work shows a strong decorative pattern. Batara Lubis’ work in the theme of the life of the lower class and the decorative style is a manifestation of the populist aesthetic paradigm strongly followed by Yogyakarta painters of those times. On the other hand, this work shows the artist’s efforts to explore the original sources of Batak culture through the elements of its geometric ornaments. This spirit embodies the discourse of a search for identity in Indonesian modern paintings that has been growing since the Persagi times. Although seemingly all modest, the world of traditional markets always reflect a resilient and dynamic life struggle.