Lahir 31 Agustus 1969 di Bandung, Dosen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, kini bertugas sebagai Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB 2020-2024. Mengajar sejak tahun 1997 di program Sarjana, Magister Seni Rupa dan Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain ITB.
Mendalami bidang medium seni rupa dan kajian tata kelola bidang seni rupa. Pernah ditugaskan Museum Management Colections and Preventive Conservation Training”, di Art-Lab, Adelaide, South Australia. Sponsor: Australia-Indonesia Institute-Direktorat Kesenian 1999 dan terakhir France Cultural Institution visit 2015-IFI. Proyek kurasi pameran terakhir Pameran Tunggal Srihadi Sodersono – Man x Universe, Galeri Nasional Indonesia, 2020.
Mengerjakan program-program aktivitas seni rupa dan kurasi sejak tahun 1997, serta aktif dalam kajian kebijakan dan tata kelola seni rupa. Pendiri Bandung Creative City Forum 2008 dan Bandung Connex 2018.
Lahir di kota Majalengka, Jawa Barat, berkarier sebagai seniman serta dosen sejak menempuh pendidikan di Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (1992-2001). Sejak awal 1999 mulai bekerja sebagai dosen di Program Studi Seni Rupa ITB. Ia aktif mengikuti setidaknya 54 kali pameran kelompok dan empat pameran tunggal di dalam dan luar negeri. Tahun 2006 mengikuti program seniman residensi di San Francisco dan New York melalui The Sovereign Art Foundation Fellowship (2005), lalu menyelesaikan Program Doktor Seni Rupa di Kyushu Sangyo University, Jepang tahun 2008-2012.
Penciptaan karyanya fokus pada medium gambar, lukisan, dan instalasi. Pernah menerima penghargaan kompetisi karya seni lukis sebagai Semifinalis Phillip Morris Indonesian Art Awards (1999), Best Ten Nomination Phillip Morris Indonesian Art Awards (1997), Semifinalis Phillip Morris Indonesian Art Awards (1995) termasuk memperoleh beberapa grant penelitian dari ITB dan The Japan Foundation Asia Center Fellowship (2016). Hingga sekarang ia terlibat beberapa proyek penelitian di kampus almamaternya.
Hilmar Farid Setiadi dilahirkan di Bonn, Jerman Barat pada 1968. Kini ia dikenal sebagai sejarawan, aktivis, pengajar, sekaligus Direktur Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sebelum diangkat menjadi Dirjen, Fay begitu ia biasa dipanggil memang sudah aktif sebagai akademisi dan dunia seni budaya. Ia lulus dari Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia pada 1993 dan National University of Singapore di bidang Kajian Budaya. Bersama dengan beberapa seniman, peneliti, aktivitas, dan pekerja budaya, Hilmar mendirikan Jaringan Kerja Budaya pada 1994. Kemudian bersama dengan sejumlah sejarawan dan aktivis, ia mencanagkan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI). Sebagai sejarawan dan pengkaji kebudayaan, Hilmar juga aktif di Asian regional Exchange for New Alternatives (ARENA) di Inter-Asia Cultural Social Society sebagai editor. Ia juga kerap menulis tentang sejarah, seni, kebudayaan, film, politik, buruh, dan tema-tema lainnya yang diterbitkan dalam berabagi jurnal, majalah, koran, dan buku.
Pada 31 Desember 2015 Hilmar kemudian dilantik sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud (sekarang Kemendikbudristek). Kemudian sejak November 2020, Hilmar juga menjabat sebagai Komisaris Utama Balai Pustaka, Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan.