Contoh kasus “Patung Pahlawan,” karya Matvey Manizer & Ossip Manizer
Oleh: Nus Salomo & Rizki A. Zaelani
Pengantar
Pameran Galeri Nasional Indonesia “Poros: Pameran Koleksi Nasional #3” tahun 2021 ini menampilkan fokus perhatian terhadap karya-karya seni rupa yang berada di ruang publik, khususnya tentang karya-karya patung—yang tidak hanya karya yang terletak di wilayah Jakarta tetapi juga di beberapa kota besar di Indonesia. Pendekatan kurasi pameran yang berusaha menjangkau lokasi presentasi karya-karya di luar gedung pameran Galeri Nasional Indonesia ini mendorong kemunculan gagasan lain. Gagasan yang segera muncul terutama berkaitan dengan cara pemeliharaan dan pengembangan warisan budaya nonphysical, berupa gagasan dan inspirasi artistik, yang telah diciptakan oleh para seniman (pematung), yang harus segera dirawat, dikelola, dan dipublikasikan secara optimal. Dalam kasus pemeliharaan dan pengembangan jenis karya-karya seni rupa yang berada di lokasi penyimpanan khusus di gedung galeri, maka tata cara dan prosedur yang dilakukan telah menjadi bagian dari cara kerja yang sudah biasa dilakukan. Pertanyaannya: Bagaimana jika karya-karya tersebut berada di luar gedung, di tempat-tempat publik, bahkan juga terletak tersebar di berbagai lokasi di seluruh kota besar di Indonesia? Mungkinkah Galeri Nasional Indonesia, dengan gugus tugas yang di antaranya adalah mendorong perkembangan seni rupa Indonesia, memberikan sumbangan diseminasi pengetahuan tentang karya-karya seni rupa Indonesia yang ada di ruang-ruang publik, apalagi karya-karya yang menjadi bagian dari aset koleksi negara? Kontribusi semacam ini, dengan cara serta kemungkinan yang harus terus dikembangkan, tentunya menjadi sasaran yang searah dengan tujuan kegiatan Pameran Koleksi Nasional–GNI yang diselenggarakan setiap tahun.
Gagasan yang muncul pada kegiatan pameran tahun ini adalah memprakarsai sekaligus melaksakan proyek “Reka-ulang Karya Patung Monumen Publik” dengan contoh kasus bentuk patung “Ibu Tani,” sosok perempuan yang menjadi bagian dari karya “Patung Pahlawan”—yang lebih dikenal publik di Jakarta sebagai “Patung Tugu Pak Tani”—yang diciptakan oleh dua orang seniman Rusia: Matvey Manizer & Ossip Manizer. Proyek reka-ulang bentuk ini tentu tidak dimaksudkan sebagai upaya “mengerjakan-ulang” apalagi “menciptakan-ulang” karya tersebut melainkan adalah upaya untuk membuat suatu hasil rekaman data bahkan “kisah” visual dari gagasan artistik seorang seniman—melalui gagasan bentuk yang diciptakannya. Hasil reka-ulang bentuk secara tiga dimensioal ini akan menjadi bagian yang akan melengkapi presentasi dari karya “Patung Pahlawan” yang juga ditunjukkan melalui rekaman fotografi dan video dalam kegiatan pameran “Poros”. Pengerjaan reka-ulang bentuk ini dilakukan dengan bantuan dan partisipasi Nus Salamo—seorang pematung dan seniman multimedia—dengan dukungan data visual fotografik yang dikerjakan fotografer Andang Iskandar.
Tujuan
Proyek reka-ulang bentuk karya patung monumen publik dilaksanakan, terutama, untuk tujuan mengumpulkan dan mengembangkan bahan-bahan pengetahuan yang berkaitan dengan jejak-jejak penciptaan karya-karya patung publik yang ada di Indonesia. Pengumpulkan bahan-bahan pengetahuan semacam ini juga berarti adalah perluasan proses pendataan karya-karya seni rupa yang berada di ruang publik yang juga menjadi bagian dari tanggung jawab Galeri Nasional Indonesia. Tentu saja, tanggung jawab yang dimaksud tidak berkaitan dengan bentuk pemeliharaan bagi karya-karya tersebut secara fisik, melainkan dalam wujud upaya pengembangan gugus pengetahuan sejarah dan poros-poros gagasan dalam perkembangan seni rupa Indoesia. Melalui inisiatif ini, di masa yang akan datang, Galeri Nasional Indonesia akan bisa memperoleh bahan-bahan pengetahuan tentang karya-karya patung monumen publik yang bahkan berada di seluruh tempat, di Indonesia. Intinya, karya-karya patung tersebut akan tetap berada di tempatnya masing-masing—sebagaimana tujuan dari penciptaan karya-karya tersebut—, namun Galeri Nasional Indonesia akan memiliki semacam gugus data karya yang bersifat tiga dimensional (sebagai “miniature” atau “replika” karya). Gugus data digital ini, tentu saja, tidak sama nilai keberadaannya jika dibandingkan dengan keberadaan aktual dari karya-karya patung publik yang sebenarnya. Data digital yang berfungsi sebagai data prototipe ini, secara khusus, terbatas hanya merekam gugus gagasan dan insiatif artistik milik para seniman yang dikenali melalui data-data struktur bentuknya. Untuk menjamin nilai “otentisitas” gagasan dari para seniman (pematung) maka pekerjaan merekam dan mereka-ulang ini harus dilakukan dengan metode khusus yang mampu menjamin akurasi pendataan bentuk secara optimal.
Metode Kerja Reka-ulang Bentuk
Metode kerja reka-ulang bentuk karya patung monumen publik “Ibu Tani” ini dikerjakan dengan bantuan program komputasi khusus, yang hasilnya akan menjadi karya “model” yang akan dicetak dengan bantuan mesin cetak yang menghasilkan bentuk tiga dimensional. Pengerjaan reka-ulang bentuk dikerjakan melalui beberapa tahapan kerja, yaitu: (1) pengumpulan data visual yang dilakukan melalui rekaman teknik fotografi yang mencakup cara pendataan unsur-unsur visual secara menyeluruh dan lengkap; (2) mengumpulkan dan menghubungkan satuan data-data visual menjadi kesatuan data digital (data vektor bentuk) melalu program komputasi; (3) mengerjakan proses reka-ulang bentuk melalui teknik “pematungan secara digital” (digital sculpting) dengan bantuan program komputasi (software) dan dilakukan melalui tingkat keterampilan dan pengalaman kerja khusus tertentu; (4) melakukan pemilahan sektor-sektor bentuk menjadi komponen data yang berfungsi sebagai masukan (input) informasi data yang akan diproses menjadi hasil bentuk cetakan tiga dimensional (3D Printing); (5) melakukan proses pencetakan yang disesuaikan dengan kemampuan mesin cetak yang tersedia untuk menghasilkan bentuk tiga dimensional; (6) menyiapkan materi hasil proses pencetakan tersebut menjadi komponen-komponen bentuk karya patung secara terpisah; (7) melakukan proses penyatuan (assembling) bagian-bagian patung menjadi satu kesatuan utuh; serta (8) melakukan tahap penyelesaian akhir dari proses pembuatan patung model.
Proses pematungan secara digital (digital sculpturing) yang dikerjakan oleh Nus Salomo. Proses reka-ulang bentuk melalui input data-data fotografik akan mencatat data-data visual dari ekspresi maupun gagasan bentuk yang diciptakan oleh seniman secara keseluruhan, cermat, serta akurat.
Beberapa catatan penting lainnya perlu ditambahan untuk menjelaskan hasil proses “modeling” karya patung model ini. Skala ukuran patung model “Ibu Tani” ini dicetak dengan ukuran bentuk yang berbeda dari ukuran ekspresi bentuk dari karya sesungguhnya, yaitu hanya setinggi 120 cm. Selain pertimbangan tentang skala dari bentuk patung model ini, ada beberapa cataan lain yang penting ditambahkan. Pertama, proses mencetak bentuk model tiga dimensional ini dilakukan dengan memanfaatkan mesin cetak yang memiliki ukuran volume bentuk hasil cetakan yang terbatas (hanya 50 x 50 x 50 cm). Pengerjaan proses pencetakan patung model ini dilakukan dengan menggunakan delapan buah mesin yang dijalankan secara simultan—mengingat proses pengerjaannya yang memerlukan durasi waktu yang cukup lama. Kedua, mekanisme kerja mesin untuk “mencetak” bentuk ini berlangsung dengan cara menumpuk serat-serat bahan sintetik mengikuti alur input data digital yang telah dipersiapkan—ibarat membuat hasil bentuk dari arsir garis-garis yang menumpuk sehingga menghasilkan sebuah konstruksi bentuk akhir. Ketiga, bahan yang digunakan untuk menghasilkan cetakan bentuk ini adalah bahan serat sintetis yang terbuat dari material kulit jagung yang bersifat ramah lingkungan. Keempat, hasil cetakan yang dikerjakan oleh mesin-mesin cetak ini adalah potongan-potongan dari bentuk patung model yang kemudian harus disusun ulang dan digabungkan menjadi hasil yang utuh—potongan bentuk dari patung model “Ibu Tani” ini dikerjakan dalam 9 buah potongan bentuk.
Proses pencetakan patung model dengan menggunakan mesin cetak yang menghasilkan bentuk tiga dimensional (3D printing). Untuk menyesuaikan kemampuan mesin cetak yang relatif terbatas maka bentuk keseluruhan dari patung model dicetak melalui beberapa potongan bentuk untuk kemudian disusun ulang sebagai bentuk hasil akhir.
Manfaat
Pengerjaan patung model atau replika patung publik dengan menggunakan metode dan proses komputasi “pematungan secara digital” (digital sculpting) ini mampu meminimalisir kesalahan, penyimpangan, atau deformasi bentuk dari bentuk aslinya sehingga akan dihasilkan “copy” bentuk secara relatif otentik. Di samping manfaat hasil dari metode pengerjaan yang khusus ini, masih terdapat beberapan manfaat lain. Manfaat penting dari proses pematungan secara digital maupun proses pencetakan tiga dimensional, di antaranya, adalah: (a) pemanfaatan data digital secara akurat tentang gagasan bentuk-bentuk patung publik ini bisa digunakan untuk kepentingan transmisi informasi, pengetahuan, maupun proses apresiasi karya seni patung secara lebih menarik dan mengesankan; dan (b) ketersediaan data digital penciptaan karya ini sekaligus bisa juga dimanfaatkan sebagai materi presentasi dalam kegiatan pameran di Galeri Nasional Indonesia sehingga mampu menunjukkan karya-karya seni patung publik dan monumen yang berada di ruang-ruang publik yang terletak dan tersebar di seluruh Indonesia.
Tantangan
Metode kerja pematung secara digital (digital sculpting) hingga saat ini masih belum banyak dikenal dan dimanfaatkan di kalangan pelaku dan pengelola seni rupa di Indonesia, termasuk juga seniman yang terlibat dengan penciptaan karya-karya tiga dimensional. Di kalangan dunia industri, perancangan produk melalui metode komputasi dengan program perancangan khusus untuk mereka-bentuk semacam ini tentu sudah dikenal sejak lama bahkan telah digunakan dengan berbagai segmen hasil pencapaian yang semakin meluas. Mesin-mesin produksi untuk menghasikan penggandaan bentuk-bentuk dari hasil proses perancangan digital ini pun, dalam dunia industri, sudah menggunakan berbagai jenis dan ukuran mesin dengan variasi kemungkinan yang lebih banyak. Pemanfaatan metode pematungan digital maupun pemanfaatan teknologi pencetakan objek tiga dimensional untuk kepentingan preservasi data (yang berasal dari lapangan), presentasi data karya (berupa model), serta transmisi pengetahuan tentang gagasan penciptaan karya seni rupa tiga dimensional untuk kepentingan lembaga permuseuman seni di Indonesia masih membutuhkan pengembangan bentuk kerja bersama yang semakin intens. Seiring perkembangan zaman yang mengarah pada pertumbuhan kekuatan dan kelengkapan teknologi digital yang semakin canggih di masa yang akan datang, maka kerja sama antara lembaga-lembaga permuseuman dengan para pematung, fotografer, dan perancang karya multimedia akan semakin penting dan jadi kebutuhan yang mendesak.