Pada awal tahun 1970-an, perwakilan PBB mengusulkan kepada Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu, untuk melakukan revitalisasi kawasan tua dan bersejarah di Jakarta, untuk mengembangkan sektor pariwisata. Usulan tersebut diterima dan Ali Sadikin memanggil beberapa seniman (termasuk Harijadi Sumadidjaja dan S. Sudjojono) untuk membuat karya seni yang menarik bagi bekas Balai Kota yang diubah menjadi Museum Sejarah Jakarta “Fatahillah”. Awalnya, Harijadi Sumadidjaja direncanakan akan melukis di kanvas seluas 20 m² yang akan dipajang di salah satu ruangan museum itu. Ternyata, beliau justru membuat mural secara langsung di permukaan dinding seluas 200 m². Namun, bagian atas mural setinggi enam meter masih berupa sketsa tanpa warna dan tidak diselesaikan oleh Harijadi sampai akhir hayatnya.
Mural yang dikerjakan pada tahun 1974 ini menggambarkan situasi yang terjadi di Batavia antara tahun 1880-1920-an. Harijadi menggambar ratusan karakter, benda, dan tempat dalam muralnya. Karakter yang digambar memiliki berbagai latar belakang. Mulai dari pejabat Hindia Belanda, orang-orang Eropa, orang Tionghoa, orang Arab, dan orang Jawa serta orang Melayu. Selain itu, juga digambarkan sejumlah kawasan yang ikonik di Batavia seperti stasiun Jatinegara, Harmoni, Kota, Tanjung Priok, pintu gerbang Amsterdam, dan Sungai Ciliwung yang membelah kota Batavia. Terdapat pula gambar transportasi yang saat itu eksis di Batavia, mulai dari delman, sepeda, mobil, hingga trem.
Lokasi/Alamat lengkap: Museum Sejarah Jakarta-UP Museum Kesejarahan Jakarta, Jalan Taman Fatahillah Nomor 1, Kawasan Kotatua, Jakarta Barat-11110.