Terdapat 2 Patung Jathilan yang berada di sisi timur Taman Paseban, di sebelah selatan patung penari perempuan dan di utara patung penari laki-laki. Patung ini diresmikan 30 Agustus 2017 lalu oleh Bupati Bantul yang saat itu menjabat dan sedang diupayakan menjadi ikon Bantul. Memang, di Bantul, seni jathilan menjadi ikon dengan pengembangan atau sentuhan khusus yang membuat jathilan memiliki ciri khas Bantul yaitu "Jathilan Diponegaran", yang mengangkat kisah tentang perjuangan Pangeran Diponegoro. Sebab Pangeran Diponegoro memiliki keterkaitan erat dengan sejarah Kabupaten Bantul yang dibuktikan dengan keberadaan Goa Selarong di daerah Kecamatan Pajangan. Terlepas dari ikon Bantul. Saya lebih tertarik menyorot patung penari jathilan perempuan karena mengingatkan saya terhadap tokoh pahlawan nasional bernama Nyi Ageng Serang, yang berjuang melawan Belanda pada masa perang Diponegoro. Kepiawaiannya bukan hanya dalam peperangan tetapi juga sebagai pengatur strategi dan penasehat perang Diponegoro. Memang, Nyi Ageng Serang sudah ada monumennya sendiri di perempatan Karangnongko, Gadingan, Wates, Kulon Progo. Namun ironisnya dahulu, masyarakat setempat hanya mengenalnya sebagai patung kuda belaka, bukan sebuah memorial. Padahal monumen dibangun untuk mengenang seseorang atau peristiwa sebagai bagian dari masa lalu untuk dikenang dan menjadi pembelajaran. Jadi, bukan menjadi kesalahan jika melihat ulang perjuangan Nyi Ageng Serang melalui patung jathilan yang berada di Taman Paseban, dan bukan hanya memandangnya sebagai patung potret kesenian semata. Jika sepasang Patung Jathilan ini adalah representasi dari Nyi Ageng Serang dan Pangeran Diponegoro, berarti pada esensinya laki-laki dan perempuan memiliki peran setara dalam perjuangan.